IJALISME

Walau Patah Sayap Rajawali Bertongkat Juga Aku ke Sini

Dicari: CEO Unri Corp.

Rencana UNRI untuk menjadi Badan Hukum Pendidikan membuat ketar-ketir semua pihak terutama untuk daerah ini. Dengan angka kemiskinan yang masih dalam kisaran dua digit, dengan tingkat pendidikan yang masih rendah dan infrastruktur yang masih kacau balau untuk masyarakat, membuat ngeri hampir seluruh anak negeri. Dengan diterapkan BHP maka meminjam istilah lagu yang popular decade 80-an membuat”berdiri bulu roma”orang –orang  ndeso yang ingin merubah hidup lewat pendidikan.

            Berbagai opini, analisis SWOT, teknoekonomi dan berbagai istilah sulit lainnya selalu disebarkan mealui media tentang kebaikan dan keburukan BHP. Tapi inti dari semua kesimpulannya adalah satu BHP bertujuan baik. Benarkah???? Terkadang timbul pertanyaan dalam benak penulis adalah sejauh mana peran BHP nantinya, siapkah teknoware, harware,software dan humanware atau dalam bahasa bahasa melayunya (a)Pe KaTe Si aPeng (Pengetahuan, Keterampilan, Teknik, Sikap dan Pengalaman) dalam mengelolanya? Mungkin kalau kita telah membaca buku rhenald Kasali yang berjudul Change yang kemudian dilanjutkan dengan Recode your DNA mungkin benang kusut itu sedikit terjawab intinya adalah mengubah cara berpikir. Nah bagaimana mengubah cara berpikir lingkungan Unri sementara kita sudah terbiasa dengan kultur yang lama?? Restorasi meiji mengubah cara berpikir bangsa jepang yang merupakan pekerja keras selama 50 tahun, filsafat tao the ching dan kongfu tse mengubah cara berpikir bangsa korea selama 25 tahun. Apakah kita mampu melakukan lompatan kuantum hanya dengan 5 tahun untuk berubah? Jawabannya ada dua may be yes may be no.

            Ada hal yang menarik penulis jika unri benar-benar BHP yakni bagaimana nantinya unri menjadi sebuah pabrik untuk menghasilkan profit. Jika benar-benar menjadi sebuah pabrik maka sistem yang harus dibenahi adalah struktur organisasinya. Rektor selaku puncak pimpinan  bertindak seperti CEO (chief Executive Officer) yang bertanggung jawab penuh terhadap dewan direktur (masyarakat). Dalam sebuah organisasi yang berbadan hukum CEO adalah posisi  tunggal  dalam organisasi yang bertanggungjawab terutama  dalam  melaksanakan rencana dan kebijakan strategis. Hal ini telah dibuktikan oleh Dahlan Iskan dengan JPPN-nya, surya Paloh dengan Media groupnya dan untuk daerah ini adalah Rida K liamsi dengan RPG-nya. Yang mampu menggerakkan ribuan  manusia untuk lebih produktif.

            Seorang pelatih sepakbola klub  Notre Dam (tentu anda belum tau), Lou Holtz pernah berkata,” kita semua sudah dikatakan dan dilakukan ternyata lebih banyak yang dikatakan daripada yang dilakukan”. Semua itu terkumpul menjadi ceramah yang mempesona, brosur yang mengkilat, iklan yang menarik, Video teknologi tinggi, rayuan yang meyakinkan, slogan memikat, rencana strategis dan laporan tahunan yang menggagumkan, tindakan pelayanan dan kualitas yang terbaik dilakukan namun hasilnya biasa saja yakni mengedepankan kedangkalan daripada kedalaman.

            Banyak hal yang harus dibenahi Unri dalam menghadapi tantangan untuk menjadi lembaga berbadan hukum yang miirip sebuah pabrik. Terutama tantangan (a)Pe KaTe Si aPeng mengingat sumber daya yang ada adalah produk yang dihasilkan dari abad 20 yang belum begitu mengenal medan Alaf 21. terkadang tak jarang kita menyaksikan dan mengalami bagaimana perlakuan di lapangan yang kurang yang sudah menjadi Rahasia umum. Masih membudayanya Budaya connection (tidak punya skill) yang hanya mementingkan daerah tertentu daripada budaya profesionallitas yang merupakan  salah satu ciri organsasi berbadan hukum. Belum lagi kurangnya sinergi antara pemimpin dan jajaranya yang masih berbeda pandangan. Jika hal ini tidak berubah maka Visi Universitas ini menjadi berubah dari research menjadi ”pencetak tenaga professional yang dibayar murah”karena research membutuhkan biaya besar. Ini mengingat belum adanya produk riset yang bernilai jual dan hanya untuk mengejar kredit poin.

            Jika ingin Visi dan mimpi tidak ingin berubah maka dibutuhkan tenaga ekstra, terutama yang dikedepankan disini adalah (a)pe Kate Si aPeng lewat pembinaan yang berkelanjutan bukan district connection misalnya Taluk connection, ocu connection, Pasir connection dan berbagai warisan Belanda Lainnya. Dan ini menjadi tantangan produk  SDM yang lahir pada Abad 21 untuk menghadapi abad 21. Tantangan itu adalah ”Who Want To Be CEO UNRI Corp.”, selamat bervisi dan bermimpi.

Desember 15, 2007 Posted by | Renunganku | Tinggalkan komentar

KEMELUT HARGA MINYAK GORENG

Indonesia merupakan negara pengekspor CPO (crude palm oil) kedua setelah Malaysia, total 80 persen ekspor CPO didominasi oleh kedua negara ini. Banyak kalangan menilai indonesia akan menjadi negara pengekspor kelapa sawit nomor satu di dunia. Bahkan menurut Derom Bangun Indonesia menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia pada tahun 2008. Namun menjelang menjadi  negara pengekspor kelapa Sawit terbesar Dunia indonesia malah mengalami krisis produk turunan dari CPO  itu sendiri yakni krisis minyak goreng.

Pola  konsumsi CPO di Indonesia adalah untuk margarin (1,6%), oleochemical (6,8%), sabun (2%), minyak goreng (29,6%), dan ekspor (60%). Sedangkan Perusahaan pemurnian minyak goreng di Indonesia dilakukan oleh sekitar 80 perusahaan, yang tersebar di 11 propinsi di Sumatera, Jawa dan Kalimantan dengan kapasitas produksi 7,79 juta ton pertahun. Produk turunan yang terbesar pemakaiannya adalah untuk keperluan pangan yakni minyak goreng. Namun dengan perkembangan harga minyak mentah dunia yang semakin meroket maka banyak pengusaha melakukan ekspor CPO yang harganya naik dua kali lipat dari 460 US dolar perton menjadi 840 US dollar perton mengakibatkan kenaikan harga produk turunannya menjadi naik secara signifikan. Karena  kenaikan harga ini memberikan peluang Pengusaha untuk meraup dollar sebanyak-banyaknya. Dengan kata lain daya tarik pasar ekspor lebih menjadi prioritas pengusaha.

Beberapa media tanah air baik lokal maupun nasional memberitakan minyak goreng menembus harga kisaran harga 9.000 – 10.000 Rupiah perliter bahkan di Papua menembus harga 30-40 ribu Rupiah perliter.  Akibat yang ditimbulkan dari kenaikan harga ini mengakibatkan penderitaan bagi rakyat kecil, sektor Usaha Kecil menengah yang selama ini menjadi motor perekonomian bangsa sudah mulai mendapatkan dampaknya. Bahkan presiden dan wakil presiden ikut-ikutan  menghimbau pengusaha untuk membantu kestabilan  harga minyak goreng. Pemerintah berusaha menimbang beberapa opsi kebijakan antara lain: program stabilisasi harga dengan operasi pasar, pemberian subsidi minyak goreng, penerapan kenaikan pajak buah dan kernel kelapa sawit beserta CPO dan turunannya, dan domestic market obligation bagi produsen minyak sawit.

Kepentingan Pangan Vs Kepentingan Energi

Berbagai pihak   menuding kenaikan harga minyak goreng ini akibat dari program pengembangan energi alternatif. Sebenarnya tanda-tanda perebutan kepentingan ini sebenarnya sudah bisa diduga dari  sejak kenaikan harga minyak dari 40 US dollar per barrel menjadi sekitar 70 US dollar per barrel. Sehingga dengan cara terpaksa mengkonversi produk pangan menjadi bahan baku untuk energi. Tanda-tanda ini dimulai dari kenaikan harga gula yang digunakan mensubstitusi bahan bakar bensin dan kemudian CPO yang mensubstitusi bahan bakar diesel yang dikenal dengan biodiesel.

Fenomena kenaikan ini memunculkan perang kepentingan antara 800 juta orang konsumen bahan bakar alternatif dengan 2 Milyar orang yang berharap komoditas ini menjadi yang menjadi bahan pangan sehari-hari. Dengan adanya pertempuran ini akan menghasilkan 845 juta orang kelaparan atau bergizi buruk dan sekitar 24.000 orang terutama anak-anak akan meninggal setiap hari. Dengan adanya ancaman ini berkemungkinan terjadinya ancaman terhadap instabilitas politik di Indonesia.

            Namun dalam program pengembangan energi alternatif dari pemerintah tidak dapat dipersalahkan begitu saja. Karena program ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan negara ini terhadap energi terhadap bahan bakar minyak sebagai sumber energi yang utama di negara ini. Pengembaangan bahan pangan sebagai bahan bakar merupakan salah satu dari pengembangan energi altenatif. Dalam pengembangan energi ini lebih memprioritaskan pada Lahan kritis yang luasnya 14,277 juta hektar.

            Program pengembangan energi alternatif oleh pemerintah bertujuan untuk untuk mengurangi angka kemiskinan (pro-poor), penciptaan lapangan kerja (pro-job creation) dan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro growth). Artinya pengembangan bahan bakar alternatif ini sesuai dengan karakter daerah masing-masing dan tidak mengkonversi lahan produktif untuk bahan pangan. Namun karena kurangnya komunikasi antara pengusaha dengan pemerintah terjadi salah tafsir akibatnya program ini oleh pencinta lingkungan dianggap sebagai “program perusakan lingkungan”. Padahal tujuan utama dari program ini adalah mengkonversi lahan kritis di Indonesia menjadi lahan produktif.

Perlu Pembenahan       

Supaya tidak terjadi kesalahpahaman antara Pemerintah, pengusaha dan pencinta lingkungan.  Seharusnya pemerintah  melakukan pembenahan terhadap tata niaga minyak goreng yang seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah. Seharusnya semua kita layak tahu pengusaha-pengusaha mana yang hanya bermain di industri hulu sawit ( produsen buah dan pengekspor) dan yang bermain di industri hulu dan hilir kelapa sawit (CPO dan Produk turunannya). Pemerintah seharusnya memberikan porsi kesetaraan  kepada para pengusaha untuk berpartisipasi untuk menstabilkan  pasokan dan harga minyak goreng di dalam negeri. Pemberlakuan kenaikan pajak ekspor memberikan kesan seoalah-olah pemerintah masih bermain ‘kekuasaan’dalam mengendalikan harga minyak goreng. Kebijakan pemerintah menaikkan pajak ekspor untuk CPO berpotensi menibulkan masalah di kemudian hari. Dan perbedaan pendapat antara pejabat pemerintah, pengusaha dan ekonom tentang berbagai kebijakan tentu  akan memperkeruh suasana sehingga yang rugi tetap rakyat kecil.

Dalam menyikapi kemelut harga minyak goreng hendaknya kita kembali mendorong kerjasama antar pemerintah dan pengusaha dalam merundingkan solusi yang terbaik dan saling menguntungkan. Dalam bahasa ilmu ekonomi, pasar bisa mengalami kegagalan dalam memberikan porsi seimbang bagi kesejahteraan kelompok kaya (the haves) dan si miskin (the have-nots), dan pemerintahlah yang dapat membantu mengatasi masalah ini. Tapi, pengendalian pemerintah harus tetap berpedoman bahwa tetap memberikan respon bahwa minyak goreng merupakan bahan pokok dan mempunyai pengaruh pada rakyat miskin pada saat harganya melambung tinggi.

Oleh sebab itu, setiap opsi kebijakan pemerintah hendaknya mengedepankan prinsip kolaborasi antar pemerintah-pengusaha. Hanya ada satu alasan, dalam dunia kompetisi bisnis kelapa sawit yang sangat tinggi dan mekanisme pasar yang di luar kendali, our own best is not enough.

Desember 8, 2007 Posted by | 1 | Tinggalkan komentar